Pemodelan Regresi Tobit (Tobit Regression) dengan R

Regresi Tobit

Halo teman-teman, mari kita belajar dan berbagi lagi. Setelah kita sebelumnya membahas mengenai regresi logistik atau logit serta regresi probit atau normit, kali ini kita akan beranjak ke model pengembangan dari logistik berikutnya, yaitu regresi Tobit atau regresi Tobin-Probit.

Seringkali, kita mungkin masih ada yang kebingungan membedakan antara regresi logistik, probit, dan tobit ini. Penyebabnya karena masih terbatasnya referensi atau begitu banyaknya referensi sehingga membuat kesimpulan kita belum tepat untuk mempertajam perbedaan di antara ketiga model tersebut.

Saya pun awalnya juga bingung mengenai ketiga bentuk regresi ini, namun dengan menelaah dari beragam sumber, saya mendapat beberapa kesimpulan yang semoga saja dapat memperjelas perbedaan ketiganya kepada teman-teman pembaca blog ini. Sebagai disclaimer, apa yang saya simpulkan ini dapat mengandung kesalahan, dan untuk itu kalau ada teman-teman yang mau memperbaiki atau menambahkan disilakan komentar saja untuk kemudian saya update penjelasannya.

Baik, jadi perbedaan antara regresi logistik, probit, dan tobit itu pertama dari aspek variabel dependennya. Dalam regresi logistik, variabel dependennya kategorik atau terlabelisasi, misalkan Puas dan Tidak Puas, kalau variabel dependen di model probit sama dengan logistik hanya saja jenis penelitiannya adalah targetting serta diturunkan dari distribusi kumulatif normal standar, misalkan tujuannya untuk melihat sebesarapa besar dosis vaksin yang diperlukan agar pasien yang sembuh mencapai 70 persen, ada target dalam penelitiannya. Sedangkan kalau regresi tobit, itu variabel dependennya memiliki sensor atau cutting point atau threshold tertentu, yang lebih valid berdasarkan yang saya baca dari jurnal-jurnal, variabel dependen tobit ini bentuknya numerik namun ia terlabelisasi secara implisit, misalkan variabel dependennya bernilai 0, 2, 3, 4, 5, 3, 4, 5, 6, 7, 5, 4, 6, 2, 2, dan 1. Berdasarkan teori, ternyata nilai 4 menentukan seseorang itu dikatakan kurang baik dan yang lebih dari sama dengan 4 dikatakan baik. Maka dalam regresi tobit yang menjadi sensor cutting pointnya adalah 4. Dalam menentukan cutting point beberapa sumber yang saya pelajari ada yang berdasarkan pada sebaran data dari variabel dependennya. Sensosr atau cutting point ditentukan oleh sebaran data yang terpenggal atau terpotong sebagaimana data yang akan kita gunakan dalam praktikum pemodelan tobit kali ini.

Kapan menggunakan regresi Tobit?

Jelas, alasan yang pertama karena tadi, ada semacam teori yang menjadi dasar cutting point yang secara implisit melabelisasi variabel dependennya yang numerik. Alasan berikutnya, menurut Tobin (1958), regresi Tobit ini mampu mengakomodir nilai-nilai amatan yang mengandung 0 (nol), misalkan untuk data-data pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga. Kendati demikian, sebetulnya terdapat kelemahan dalam model Tobit ini. Menurut Deaton (1998) dalam studinya mendapatkan simpulan bahwa model Tobit ini menghasilkan penduga parameter regresi yang cenderung bias ke atas, sedangkan pemodelan Ordinary Least Square (OLS) menghasil penduga parameter regresi yang cenderung bias ke bawah.

Baiklah, itu sekilas teori dan definisi mengenai regresi Tobit. Selanjutnya mari kita coba untuk mempraktikkan pemodelan Tobit menggunakan R dengan terlebih dahulu menyiapkan datanya yang bisa teman-teman unduh pada tautan berikut. Setelah datanya telah siap, saatnya kita memulai pemodelan regresi Tobit dengan menggunakan alur code berikut:

Code:

#Menginstal dan aktivasi package untuk pemodelan Tobit
install.packages("VGAM")
library(VGAM)


#Mengimport data
library(readxl)
dataku <- read_excel("C:/Users/Joko Ade/Downloads/tobit.xlsx")

#Melihat ringkasan data
summary(dataku)

#melihat Struktur Data
str(dataku)

Hasil:

      id              read            math           prog                apt       
 Min.   :  1.00   Min.   :28.00   Min.   :33.00   Length:200         Min.   :352.0  
 1st Qu.: 50.75   1st Qu.:44.00   1st Qu.:45.00   Class :character   1st Qu.:575.5  
 Median :100.50   Median :50.00   Median :52.00   Mode  :character   Median :633.0  
 Mean   :100.50   Mean   :52.23   Mean   :52.65                      Mean   :640.0  
 3rd Qu.:150.25   3rd Qu.:60.00   3rd Qu.:59.00                      3rd Qu.:705.2  
 Max.   :200.00   Max.   :76.00   Max.   :75.00                      Max.   :800.0  

tibble [200 x 5] (S3: tbl_df/tbl/data.frame)
 $ id  : num [1:200] 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ...
 $ read: num [1:200] 34 39 63 44 47 47 57 39 48 47 ...
 $ math: num [1:200] 40 33 48 41 43 46 59 52 52 49 ...
 $ prog: chr [1:200] "vocational" "vocational" "general" "general" ...
 $ apt : num [1:200] 352 449 648 501 762 658 800 613 531 528 ...

Code:

#Mengattach data
attach(dataku)

#Melihat histogram sebaran variabel dependen atau Y
hist(apt, breaks = 100)
#Dari sebaran data Y didapatkan bahwa sensor datanya di angka 800 sehinnga bisa menggunakan Regresi Tobit

Hasil:

Visualisasi sebaran variabel dependen untuk menentukan sensor atau cutting point

Code:

#Model Tobit
tobit <- vglm(apt ~ read + math + prog, tobit(Upper = 800))

#Melihat ringkasan model
summary(tobit)
AIC(tobit)

#menghitung RSE
k=length(coef(tobit))-1
SSE=sum(residuals(tobit)**2)
n=length(residuals(tobit))
sqrt(SSE/(n-(1+k)))

#Melihat R Square Model
fityhat <- fitted(tobit)[,1]
R <- with(dataku, cor(fityhat, apt))
Rsquare <- R^2
Rsquare

Hasil:

Call:
vglm(formula = apt ~ read + math + prog, family = tobit(Upper = 800))
Coefficients:
                Estimate Std. Error z value Pr(>|z|)    
(Intercept):1  209.55956   32.54590   6.439 1.20e-10 ***
(Intercept):2    4.18476    0.05235  79.944  < 2e-16 ***
read             2.69796    0.61928   4.357 1.32e-05 ***
math             5.91460    0.70539   8.385  < 2e-16 ***
proggeneral    -12.71458   12.40857  -1.025 0.305523    
progvocational -46.14327   13.70667  -3.366 0.000761 ***
---
Signif. codes:  0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Names of linear predictors: mu, loglink(sd)
Log-likelihood: -1041.063 on 394 degrees of freedom
Number of Fisher scoring iterations: 5
No Hauck-Donner effect found in any of the estimates

AIC: [1] 2094.126

RSE: [1] 47.1248

R square: [1] 0.6122606

Code:

#Model OLS
ols <- lm(apt ~ read + math + prog)

#Melihat ringkasan model OLS
summary(ols)
AIC(ols)

Hasil:

Call:
lm(formula = apt ~ read + math + prog)

Residuals:
     Min       1Q   Median       3Q      Max
-161.463  -42.474   -0.707   43.180  181.554

Coefficients:
               Estimate Std. Error t value Pr(>|t|)    
(Intercept)     242.735     30.140   8.054 7.80e-14 ***
read              2.553      0.583   4.379 1.95e-05 ***
math              5.383      0.659   8.169 3.84e-14 ***
proggeneral     -13.741     11.744  -1.170 0.243423    
progvocational  -48.835     12.982  -3.762 0.000223 ***
---
Signif. codes:  0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1

Residual standard error: 62.38 on 195 degrees of freedom
Multiple R-squared:  0.6127,    Adjusted R-squared:  0.6048
F-statistic: 77.13 on 4 and 195 DF,  p-value: < 2.2e-16

AIC: [1] 2227.788

RSE: [1] 62.38

Dari hasil pemodelan Tobit kita bandingkan dengan regresi OLS, terlihat bahwa nilai koefisien keduanya relatif mirip termasuk variabel-variabel yang signifikannya. Hanya saja untuk penggunaan data kita ini, nilai AIC dan RSE model Tobit terlihat lebih baik karena lebih kecil daripada model OLS. Meski di beberapa jurnal tentang perbandingan model Tobit dan OLS, saya dapatkan simpulan bahwa OLS lebih baik dibandingkan Tobit karena menghasilkan Mean Square Error (MSE) lebih  kecil daripada model regresi Tobit.

Demikian ulasan kita terkait model regresi Tobit dengan R. Semoga sedikit banyak bermanfaat bagi kita semua. Jangan lupa share dan komentar bila ada pertanyaan dan terus simak unggahan menarik berikutnya. Selamat mempraktikkan!

Add Comments


EmoticonEmoticon